Saturday, February 11, 2012

Cooking Time




Ternyata sudah lama juga gak menyentuh dapur, setelah kepindahan dari rumah gathel di akhir tahun lalu. Ternyata dapur itu juga bisa bikin kangen, aromanya, kesibukannya dan kadang belepotannya itu yang ngangeni. Terus terang, yang saya suka dari rumah gathel salah satunya adalah dapur, meskipun agak belepotan dan sempit. Dapur itu tempat dimana kita bisa bereksperimen dengan sayuran dan rempah! Ya, rempah, mungkin beberapa orang menganggap remeh khasiat rempah namun benda inilah yang mengubah wajah dunia dengan kolonialisme yang konon diawali dengan perburuan rempah.

Dan akhirnya sayapun kembali bergumul dengan dapur, di apartemen Rasuna. Lumayan lah akhirnya ada yang sukarela membiarkan dapurnya saya ublek-ublek (istilah jawa yang saya gak tahu bahasa indonesianya). Thanks Ani yang udah menyediakan dapurnya, oh iya, Ani itu sepupu saya, hehe.. Dapurnya sangat komplit dan lega, bersih, sangat berbeda dengan dapur di #RumahGathel tempat saya tinggal sejak pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. #RumahGathel itu sebutan bagi kontrakan kami di setiabudi yang memang gathel, lingkungannya dan juga bangunannya.

Kompor di dapur cukup besar, ada 4 tungku atau apalah namanya, yang mengeluarkan api. Trus disampingnya ada kran yang digunakan untuk mencuci perabotan, kemudian di sebelah kirinya lagi ada tempat yang buat mengiris atau mempersiapkan bahan masakan. Dan diujung paling kiri ada kulkas. Jadi semua sudah ada dan mudah terjangkau, betul-betul surga dunia (mulai lebay). Maklum, dapur dirumah saya di jogja itu kecil dan semua peralatannya nyampur agak berantakan.

Nah, saatnya memasak, kebetulan beberapa hari yang lalu saya ke Semarang dan membeli Bandeng Juwana vacuum. Saya sengaja beli yang vakum agar bisa tahan beberapa bulan, karena memang saya “Dapurless” atau gak punya dapur, jadi harus nyari-nyari dapur yang bisa direcokin buat masak, dan itu butuh waktu dan kesabaran.

Bahan yang dibutuhkan gak banyak, hanya telur, sedikit garam, cabe merah dan sedikit ketelatenan dan kecintaan pada dapur, Ahay.. Bikinnya gak susah sih, tapi ceritanya panjang kemana-mana. Jadi ceritanya begini;

1. Bandeng ditelanjangi dari plastiknya, dikeluarkan paksa kalau agak susah, tenang gak ada yang namanya pelanggaran HAB (Hak Asasi Bandeng). Setelah itu, iris sesuai dengan kebutuhan, nah ini tugas saya untuk mengiris-iris. Mungkin tampang saya memang agak sadis, jadi cocok di bagian ini, pegang pisau lagi. Caranya tinggal disiapkan telenan (alas) dan pisau, kemudian eksekusi dimulai, bagi badan bandeng ke dalam beberapa bagian agak kecil biar bisa digoreng garing.

2. Nah, untuk bagian kocok mengkocok telur itu bagiannya ani, siapin mangkok dan sendok, pecah telurnya dan masukkan kedalam mangkok, trus kocoklah pakai sendok hingga merata bercampur antara kuning dan putih telur, sedikit berbuih sih biasanya. Trus kasih garam sesuai selera, jangan terlalu banyak sih, bandengnya udah agak asin, ntar jadi telur asin, gak enak dan gak baik juga bagi penderita darah tinggi.

3. Kalau mau sedikit berbeda tambahkan saja dengan irisan cabe merah, yang ini improvisasi karena kebetulan di meja ada cabai merah merona yang menggoda iman, keliatan ingin disantap. Setelah itu, ceburkan bandeng yang telah di iris ke dalam telur yang sudah dikopyok. Dan kemudian taburkan irisan cabai merah dalam adonan telur dan bandeng.

4. Langkah selanjutnya, sebenarnya bisa dilakukan simultan sih, panaskan penggorengan dengan sedikit minyak dan kalau ada mentega, bisa dipakai mentegabiar lebih beraroma. Aroma mentega goring itu maknyus, beda dengan aroma minyak goreng, ya iyalah..

5. Tunggu sampai minyaknya hangat, jangan terlalu gedhe apinya, nanti gosong. Jangan dipegang juga minyak gorengnya, nanti tangannya ikutan kegoreng *kriuk. Semua yang berlebihan itu tidak baik, termasuk api penggorengan yang berlebihan, bisa bikin gosong dan bikin panas ruangan dapur (keringetan). Ani menyebut memasak itu olahraga, ya karena berkeringat, bagi saya makan itu olehraga, karena berkeringat juga :p.

6. Kalau minyak sudah hangat, masukkan bandeng yang telah dilumuri telur satu per satu. Tunggu sampai agak kecoklatan kemudian dibalik, biar merata, biar adil, jangan berat sebelah nanti gak enak. Disini kita diajarkan manfaat dari bersikap adil, biar merata dan tentu saja agar enak masakannya #mendadakbijak.

7. Nah, kalau sudah tinggal diangkat dan disantap bersama dengan nasi hangat dari rice cooker dan sambal yang sudah satu paket dengan bandengnya.



Makan makanan yang dimasak dengan kehangatan persaudaraan itu bagaimanapun juga rasanya tak terlukiskan, enak lah pokoke. Mungkin inilah kenapa ketika saya masih kecil Ibu saya selalu menyuruh anak-anaknya untuk membantu beliau memasak. Masakan yang dimasak dalam kebersamaan itu rasanya beda, ada hal-hal yang lebih dari sekedar rasa makanan, ada nilai-nilai kebersamaan, keakraban rasa persaudaraan yang lebur dalam sebuah makanan. Yang jelas, memasak bersama keluarga itu memupuk keakraban, menjadikan hubungan keluarga menjadi lebih kohesif, apalagi setelah itu dimakan bersama-sama, sambil saling curcol, eaaa. Sekian, soalnya saya mendadak lapar..

No comments: