Thursday, October 04, 2012

What do you expect in life?


What do you expect in life other than love

a love that is full of life
a love that gives life

As a tree that is growing up
a very big tree

a tree that gives a chance for flowers to be always in bloom
throughout the season, throughout the ages
without exception

a tree who let the birds resting on branches and singing
From early morning until nightfall
without permission

a tree that stores water in its roots
To become a spring of water, 
for the life

a tree that gives coolness
in the middle of a barren desert
at the middle of the day

a tree that gives fresh air to breathe
in a world full of pollution
For all things around

a love that encourages you over the limit
more than your expectations
to do a favor for humans

in a good way
in a good day

a love that leads us toward better life
a love that full of grace, full of blessing..

Friday, May 18, 2012

Tentang doa dan Motivator berbayar..

Beberapa hari lalu saya dan sepupu secara sengaja nonton acara golden ways di Metro TV. Sepanjang acara kami hanya ketawa-ketawa dan saling memberi komentar yang tak putus-putus. Mirip komentator bola yang tak pernah ngasih waktu kosong barang sedetik pun, begitu juga kami mengomentari golden ways, tidak heran kalau sampai ada yang bilang bahwa hidup tak semudah cocote mario teguh :D

Kami komentar apa saja, mulai dari gaya penampilannya yang terlalu disetting, bagaimana cara berbicara bahkan tersenyum. Dibikin seolah-olah menjadi yang paling bijak, pencitraan abis! Tapi inilah dunia kita sekarang, ketika segala sesuatu dikemas sedemikian rupa agar kita terpengaruh. Dunia yang dibentuk oleh ilmu marketing, bagaimana menjual image atas barang, bukan barang itu sendiri. Sehingga kualitas bukan lagi yang utama, namun persepsi kita atas barang tersebut menjadi yang utama. Jadi kurang lebih, dunia ini dibentuk atas dasar persepsi?? Mungkin inilah kenapa kemudian semua menjadi begitu rumit..

Kenapa bisa begitu, apa yang disampaikan oleh para motivator menurut saya bukan barang yang baru. Kebajikan atau spiritualitas kalau saya boleh menyebutnya demikian, bisa dijumpai di hampir semua ajaran agama, selain itu juga bisa dijumpai pada kisah-kisah tokoh agama. Bahkan sangat bisa dijumpai pada kisah orang-orang sukses terdahulu, sehingga benar kata bung karno, Jangan sekali-kali melupakan Sejarah!

Salah satu yang dibahas adalah tentang Doa, apakah kita layak berdoa? jelas saja iya, dalam salah satu ayatnya Tuhan berfirman: "Berdoalah Kepadaku, Niscaya aku kabulkan (QS. Al-Mu'min: 60)". Jadi tidak ada alasan lagi kita mempertanyakan alasan kita berdoa. Kalau kita masih ragu dengan doa kita yang (mungkin) tidak dikabulkan, mungkin kita harus kembali melihat tingkat pemahaman agama kita. Kalau memang ragu dengan hal itu, berarti kita juga meragukan janji Tuhan? atau bahkan jangan2 kita ragu kepada Tuhan.

Memang doa itu tidak langsung terkabul. Masalahnya adalah kita seringkali hanya menghitung musibah, tanpa pernah menghitung nikmat yang kita peroleh. kalau dihitung-hitung sangat mungkin lebih banyak nikmat yang kita peroleh dibanding musibah. Misalkan saja ketika kita bangun pagi, bukankah itu nikmat tak terhingga bahwa kita masih diberi kehidupan dan kesehatan? dan ketika kita sedikit saja tersandung, kita langsung mengeluh seolah orang yang paling susah didunia. Bayangkan saja kalau misalnya kita langsung bablas atau tidak bangun ketika pagi, mungkin kita juga tidak bisa protes, karena sudah Innalillahi, tapi kalau bangun dan kemudian kesandung kita mengeluh setengah mati, semoga Tuhan tidak menyesal telah membangunkanmu nak..

Kalau menurut saya hidup itu ekuilibrium, kita sering tertimpa musibah, namun kita juga seringkali mendapatkan nikmat tak terduga. Misalnya sedang gak ada duit buat makan, mendadak teman kita nraktir. Atau ketika kita ingin pulang kampung, mendadak kantor menugaskan ke kota tempat kelahiran kita atau ke kota yang dekat dengan kampung kita sehingga bisa pulang kampung dengan fasilitas tugas. dan lebih banyak lagi. Atau ketika kita ingin pup, mendadak lewat kamar mandi umum, atu ketika di perjalanan lewat pom bensin yang biasanya ada tempat pup.

Bersyukur, mungkin itu kunci agar kita tidak senantiasa mengeluh, selain itu mungkin bisa dilakukan melalui belajar kearifan atau makna spiritualitas, bisa dari baca Alquran dengan maknanya, membaca kitab suci agama lain, ataupun kisah-kisah tokoh agama, seperti nabi atau saint. Atau cobalah luangkan waktu sejenak untuk membaca entah itu ajaran agama (apapun) atau membaca kisah hidup orang sukses ataupun pembaharu seperti Nabi Muhammad, Founding Fathers Indonesia, Nabi Isa, Gandhi, Aung San Suu Kyi, Mother Theresa dan lain sebagainya, sehingga kita tahu bagaimana susahnya perjuangan mereka, agar kita tidak menjadi manusia yang cengeng, galau dan mudah mengeluh. Kehidupan mereka tidak mudah, bahkan mungkin secara sengaja mengorbankan kenyamanan hidup untuk membahagiakan orang, hidup untuk orang lain. Seperti kata mbah Sudjiwo Tedjo ketika ditanya agamanya apa; Agamaku adalah membahagiakan orang lain.  Hidup memang tidak semudah perkataan mario teguh, beliau itu hanya berusaha menyampaikan agar kita lebih bijak dalam menjalani kehidupan. tidak ada yang salah dari pernyataan beliau, kearifan, spiritualitas, tapi ketergantungan kita pada para motivator adalah kesalahan. Apalagi kalau kita kemudian harus membayar mahal hanya agar mendengar ceramah mereka. Menurut saya itu konyol.

Mungkin kita terlalu banyak meminta, berharap, berhitung bahwa setelah melakukan sesuatu harus ada balasan sesuatu yang lain. Seringkali cara Tuhan itu memutar, tidak langsung, tapi memberi nikmat dengan cara lain yang seringkali tidak kita duga dan mungkin tidak kita syukuri karena menganggap sebagai hal yang biasa. Apakah kita perlu motivator, iya! tapi darimana, itu bisa darimana saja..  yang namanya motivator itu bisa siapa saja, bisa saja dari teman kita. Dan itulah gunanya berbagi, baik dengan keluarga dan orang-orang terdekat, merekalah yang menurut saya motivator kita, karena tanpa pamrih, tidak perlu ongkos.. Dan selalu siap kapanpun kita membutuhkan mereka...

Kalau Tuhan ya itu tidak perlu kita tanyakan lah apakah kita butuh atau gak, ya iyalah!! Tuhan sudah memberi kita segalanya, bahkan memberi kita Garansi, berdoalah niscaya Aku kabulkan! jadi menurut saya berdoalah kapanpun dan dimanapun, bukan hanya ketika kepepet, namun kita juga harus berusaha. jangan trus doa doa doa tapi tanpa usaha, lha itu sama aja kita ngomong ama kerjaan, selesai-selesai-selesai tapi tidak kita kerjain ya gak bakal kelar... Bahkan Tuhan juga pernah berfirman, kalau tidak salah dalam Hadits Qudsi, "Aku adalah apa yang dipersangkakan umatKU"... Kalau kita berprasangka buruk, bisa jadi sangat buruk, kalau berprasangka baik akan sangat baik, tergantung pilihan kita yang mana...?

Tuesday, April 10, 2012

Rindu itu..


Rindu itu menyelinap dalam mendung yang gelap

Untuk kemudian hadir bersama air hujan yang membawa serta kenangan

Tentang sebuah waktu, saat dimana semua dipertaruhkan

Ketika perpisahan menjadi sebuah awal kerinduan


Adakah yang bisa mengobati rasa rindu selain pertemuan?

Pertemuan yang diawali dengan sentuhan penuh kehangatan

Sebagaimana air wudhu yang menyejukkan sekaligus mensucikan

Sebagaimana suara adzan magrib di bulan ramadhan yang melegakan


Mungkin hanya doa yang bisa menyembuhkan

Doa agar cinta kita semakin dikuatkan, oleh rasa rindu yang tertahan

Doa yang selalu terucap dalam sujud yang panjang

Sujud yang diisi dengan harapan yang penuh, untuk kebaikan

Monday, April 02, 2012

The Lady

Get Lost.....!!: The Lady: Setelah menunggu sekian lama, akhirnya saya bisa menonton film ini. Sebuah Film tentang Aung San Suu Kyi yang diperankan oleh Michele Ye...

The Lady





Setelah menunggu sekian lama, akhirnya saya bisa menonton film ini. Sebuah Film tentang Aung San Suu Kyi yang diperankan oleh Michele Yeoh, seorang artis kenamaan kelahiran Malaysia. Selain memang ada kemiripan wajah, totalitas Michele Yeoh dalam memerankan Suu Kyi ditunjukkan dengan usaha menurunkan berat badannya (6 kg), selain itu juga membaca artikel-artikel tentang Suu Kyi, karena tidak bisa melakukan wawancara langsung dengan Suu Kyi. Michele Yeoh juga belajar privat bahasa Myanmar selama beberapa bulan. Dan hasilnya bisa dikatakan ciamik, cantik, terlihat Smart dan sangat bijak.

Film dibuka dengan adegan pembunuhan orang tua Aung San Suu Kyi, seorang jenderal yang berjasa besar dalam kemerdekaan Myanmar dan begitu dicintai rakyatnya. Setelah itu, adegan beralih ke Michael Aris, suami Suu Kyi yang divonis menderita kanker prostat dan hidupnya tinggal beberapa bulan atau maksimal 5 tahun lagi. Ini merupakan salah satu inti cerita yang akan menjadi klimaks dari keseluruhan rangkaian film ini.

Kehidupan keluarga mereka bisa dikatakan harmonis, sebuah keluarga kecil bahagia dengan dua anak yang tinggal di Oxford. Suami Suu Kyi adalah seorang Dosen di Oxford, tempat dimana Suu Kyi pernah kuliah. Mereka dikaruniai dua orang anak laki-laki yang ceria tapi juga manja dengan ibunya. Suu Kyi adalah ibu yang ramah dan menyayangi keluarganya, selalu tersenyum, seolah sudah lupa dengan kenangan masa kecil ketika dia harus kehilangan ayahnya yang dibunuh oleh Junta (digambarkan pada adegan awal film). Berdamai dengan diri sendiri, adalah tema yang muncul dalam film ini, kalau tidak bisa berdamai dengan diri sendiri bagaimana akan bisa menghadapi orang lain (bahkan musuh) dengan keramahan dan ketenangan yang luar biasa? Ketenangan yang luar biasa tersebut bisa dilihat dalam adegan ketika Suu Kyi berjalan menuju moncong-moncong senapan yang mengancamnya.



Semuanya berubah ketika Suu Kyi harus kembali ke Myanmar karena ibunya menderita Stroke dan dirawat di rumah sakit. Pada saat itu, tahun 1988 di Myanmar sedang maraknya demonstrasi oleh Mahasiswa yang menuntut demokratisasi Myanmar. Mereka dengan kejamnya menembaki mahasiswa yang sedang melakukan demonstrasi yang kebetulan sedang melewati jalan di dekat rumah sakit dimana ibu Suu Kyi dirawat. Suasana rumah sakit kemudian menjadi riuh, banyak korban demonstran yang dilarikan ke rumah sakit tersebut. Suu Kyi ikut membantu mengurus para korban yang masuk ke rumah sakit dan melihat langsung bagaimana kekejaman junta militer yang menembak para demonstran yang terluka dan sudah berada di pintu rumah sakit. Hal ini yang mungkin menjadi titik balik, menggugah Suu Kyi untuk berada di tengah masyarakat Myanmar, tempat dimana dia dilahirkan.

Kehidupan Suu Kyi seolah sudah digariskan untuk berada ditengah rakyat Myanmar, ketika kemudian beberapa orang Dosen dari Universitas Rangoon mendaulat Suu Kyi untuk memimpin mereka berjuang untuk Demokrasi di Myanmar. Rumah Suu Kyi kemudian menjadi markas pergerakan demokrasi Myanmar. Suami Suu Kyi yang sedang berada di Myanmar kemudian ikut membantu perjuangan Suu Kyi dengan memfotokopi Pamphlet National League for Democracy di Kedutaan Besar Inggris. Kita bisa melihat bagaimana pentingnya peran orang yang dicintai sebagai penguat yang mendukung perjuangan Suu Kyi. Bagaimana Doktor Aris ikut bolak balik ke kedutaan besar Inggris untuk mencetak pamphlet perjuangan mereka meskipun diawasi oleh tentara Myanmar.

Salah satu adegan menarik adalah ketika Suu Kyi mengatakan kepada suaminya bahwa dia belum pernah berpidato sebelumnya. Dan pertama kali berpidato, langsung dihadapan ribuan rakyat Myanmar yang menggantungkan harapan mereka pada Suu Kyi. Harapan untuk kehidupan yang lebih baik, lepas dari cengkraman Junta Militer yang suda berkuasa bertahun-tahun. Suaminya dengan sabar berusaha menguatkannya untuk berpidato, dengan memegang erat tangan Suu. Adegan ini konon sempat diambil berulangkali karena orang yang berada disamping Suu Kyi meneteskan air mata ketika menjalankan adegan tersebut, setelah itu orang itu mengakui bahwa dia dulu pernah menyaksikan secara langsung pidato Suu Kyi Tersebut.

Perjuangan untuk kemerdekaan seringkali harus melalui jalan sunyi, mungkin inilah mengapa sangat diperlukan dukungan dari orang-orang yang dicintai. Sebagaimana Soekarno yang selalu didampingi oleh Inggit selama dibuang ke berbagai penjuru tanah air. Mungkin Junta menyadari hal ini, sehingga Suami Suu Kyi kemudian dipaksa untuk kembali ke Inggris oleh junta Militer, agar Suu Kyi melunak. Namun Suu Kyi tetap tabah, bahkan ketika kemudian suaminya mengunjungi Suu Kyi di Myanmar, Suu Kyi sempat menawarkan suaminya untuk berpisah, karena Suu Kyi tidak bisa meninggalkan Rakyatnya untuk kembali menjalani kehidupan yang normal bersama keluarga mereka di Oxford. Namun suaminya menolak untuk berpisah dan menyatakan bahwa ini sudah merupakan komitmen mereka, harga yang harus dibayarkan untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi masyarakat Myanmar.

Mereka pun berjuang dengan cara masing-masing, sementara Suu Kyi harus bertahan dengan kesendirian di dalam rumah yang dijaga ketat oleh militer, berusaha untuk tetap berada ditengah masyarakatnya. Suami Suu Kyi berusaha memperjuangkan agar Suu memperoleh Nobel Perdamaian, sebuah pengakuan international untuk menguatkan posisi Suu Kyi. Suami Suu kemudian mulai melobi dan mengirimkan sendiri dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran kandidat penerima nobel. Semua ini dilakukan agar daya tawar Suu menjadi lebih baik di dunia internasional dan tentu saja Junta tidak akan berani melakukan tindakan yang membahayakan nyawa Suu. Akhirnya perjuangan berhasil, karena Suu Kyi tidak bisa hadir dalam malam penganugerahan maka yang menerima hadiah nobel adalah keluarga Suu, bahkan pidato sambutan penerima nobel dibacakan oleh Alex, anak terbesar Suu.

Ironisnya, Suu hanya mendengarkan lewat radio yang batrenya-pun harus mengambil dari batu baterai lampu senter yang mereka pakai. Karena mendadak listrik dimatikan, mungkin disengaja junta militer agar suu dan masyarakat lain tidak mendengar berita penganugerahan nobel perdamaian untuk Suu. Hal yang sama dilakukan orde baru setelah G30S, ketika PKI diberangus, mereka menutup semua jalur informasi dan hanya RRI yang boleh siaran, itupun sesuai dengan setting Orba, begitu juga dengan harian militer Berita Yudha sebagai satu-satunya harian yang boleh terbit pada saat itu.

Puncaknya adalah ketika suami Suu Kyi sakit keras dan hampir frustasi karena pengajuan Visa ke Myanmar selalu ditolak oleh Junta Militer. Kesengajaan yang dilakukan junta untuk menyurutkan nyali Suu Kyi, sehingga bersedia keluar dari Myanmar mengunjungi suami di Oxford. Namun Suu bersikeras menolak tawaran junta untuk mengunjungi suaminya di Oxford, karena begitu sudah keluar dari Myanmar, Suu tidak akan diijinkan lagi masuk ke Myanmar. Dan di hari-hari terakhir kehidupan suaminya, Suu harus menjelaskan kepada anaknya yang juga mulai marah karena ibu mereka tidak juga ke Oxford dan tetap bertahan di Myanmar.



Secara keseluruhan, film ini bercerita tentang sebuah upaya yang luar biasa dari seorang ibu rumah tangga yang harus menanggung beban sejarah sebagai anak dari seorang jendral yang sangat dicintai masyarakatnya. Seorang ibu yang kemudian meninggalkan kenyamanan kehidupan dalam sebuah keluarga kecil dan merelakan dirinya menjadi tahanan rumah, terpisah dari keluarganya, agar tetap bersama rakyatnya. Sebuah kehidupan yang terinspirasi Gandhi yang juga meninggalkan kenyamanan untuk kemudian berjuang bersama masyarakatnya untuk kemudian melakukan perjuangan tanpa kekerasan, hal yang sama yang dilakukan Suu Kyi. Film ini juga bercerita tentang pentingnya saling memahami dalam sebuah keluarga, bagaimana masing-masing anggota keluarga kemudian harus menerima kenyataan untuk berpisah, demi kebaikan masyarakat Myanmar. Mereka saling menguatkan, saling mendukung, ikut berjuang meski dengan cara masing-masing.

Friday, March 23, 2012

“Suara dari Seorang Ibu yang Mencinta”


Potongan Percakapan Minke dan Ibu Kandungnya dalam Tetralogi Toer; "Jejak Langkah"



“Sekarang aku mengerti kenapa hidupmu begitu tidak berbahagia, Nak. Kesalahanmu sendiri, tingkah lakumu sendiri”

“Asal kau tahu, itu yang kuhadapi sekarang. Seakarang ini. Asal kau tahu, itu yang membikin kau jadi sengsara seperti ini. Ah, anakku, kan sudah berkali-kali kukatakan: belajarlah berterimakasih, belajarlah bersyukur, anakku. Kau, kau, berlatihlah mulai sekarang, Nak, berterima kasihlah, bersyukur pada segala apa yang ada padamu, yang kau dapatkan dank au dapat berikan. Impian takkan habis-habisnya. Belajarlah berterimakasih, bersyukur, sedang kiamat masih jauh.”

“Kalau kau sudah dengar semua kataku, bangunlah. Kalau tidak, tetaplah bersujud di bawah kakiku, biar aku ulangi.”

“Sahaya sudah dengar semua, Bunda, Setiap patah takkan terlupakan, Sudahkan sahaya bunda ampuni?”

“Seorang ibu selalu mengampuni anaknya, biarpun anak itu seperti kau, yang baru pandai membangun kesengsaraan untuk dirinya sendiri. Aku datang terpanggil oleh kesengsaraanmu, Nak. Surat-suratku tak ada yang kau balas selama ini”

“Ampuni sahaya, Bunda”

“Kau selalu Kuampuni tanpa kau pinta pun, Nak. Kau selamanya membutuhkan ampun.”

“Bunda, ah, Bundaku sendiri…”

“Begini dekat aku, Nak, ka uterus juga memanggil-manggil. Di kejauhan kau tak pernah dengarkan pekikanku.”

“Ampun, Bunda.”

Aku sadari diri sedang tersedu-sedan dan mata basah. Aku seka mataku dengan setangan….

“Engkau tidak segesit dulu lagi, Nak. Kau banyak melamun, tak dengarkan kata-kataku. Carilah Istri, seorang gadis Jawa sejati, biar ada yang meringankan penderitaanmu. Jangan pikirkan yang sudah-sudah. Apa kau kira tak bakal laku?”

“Pulanglah kau nanti kalau liburan, pilihlah gadis mana saja yang kau sukai.”

“Jadi kau pulang pada liburan mendatang? Atau aku jemput?”

“Tidak perlu dijemput, Bunda. Sahaya akan usahakan.”

“Tidakkah kau menyayangi Bundamu ini?”

“Tak ada orang lain yang lebih sahaya sayangi Bunda.”

“Kau bicara dengan bibirmu atau hatimu?”

“Dua-duanya, Bunda.”

Suaranya yang lemah lembut menderu menyambarnyambar, lebih perkasa dari petirnya para dewa, lebih ampuh dari mantra semua dukun, suara dari seorang ibu yang mencinta...

Toer, P.A., Jejak Langkah, p 74-82

Sunday, February 26, 2012

Cooking Time (part 2)

Tempe Garit Bawang Uyah dan Tumis!

Setelah beberapa kali merencanakan masak-masakan lagi dan ndak jadi-jadi, akhirnya acara memasak bareng pun kejadian. Sebenarnya udah agak kemalaman sih, late dinner. Udah jam 19.30 saya baru berangkat dari kos menuju rasuna, acara masak-pun baru mulai jam 20.00 dibarengi rasa lapar yang mengusik nurani untuk segera memakan makanan yang udah matang.

Malam ini masak tempe dan tumis, saya sih kebagian masak tempe, sesuai kemampuan. Tempe garit bumbu bawang uyah! Ini menu favorit saya sejak kecil, ibu saya sering memasak ini untuk kami sekeluarga, masakan mudah, murah meriah dan tentu saja enak. Mudah bukan saja dalan artian mudah cara memasaknya, tapi juga cara dapetin tempenya.

Tempe Garit Bawang Uyah

Jadi caranya begini, cari tempenya dulu yang pasti, kalau mau yang enak, cari tempe bungkus daun yang segitiga, yang dibikin satu persatu. Biasanya diluarnya ada bungles kertas dan alat penguncinya bukan strapless, tapi biting yang di runcingi di kedua sisi trus ditusukkan agar lipatan bungkus kertas dan daun gak lepas. Berhubung agak susah nyari tempe bungkus daun di Jakarta, ada sih tapi bukan yang satu-satu, tapi yang gedhe, panjang gitu kayak yang bungkus plastik.

Kalau udah ada tempenya tinggal ditelanjangi deh, buka bajunya trus dipotong sesuai selera. Enaknya sih agak tipis dan motongnya miring, trus digarit garis disisi yang lebar, di sisi kanan dan kiri. Digarit itu disayat tipis-tipis dibentuk kayak sarang lebah, biar bumbunya lebih meresap. Setelah itu dimasukkan ke bawang uyah yang udah di ulek dan dikasih air dikit, paling gak biar tempenya bisa tercelup. Celup-celup, didiamkan sebentar, panaskan wajan beserta minyaknya dan goreng sampai berwarna kecoklatan.

Ternyata saya pun sudah tidak bisa menahan lapar, alhasil setiap mengangkat tempe dari penggorengan, satu tempe jadi korban, dicuwil trus dimakan sebagai camilan penahan lapar.

Tumis Gado-gado

Ini saya asal ngasih nama aja sih, yang masak Ani dan saya hanya bantu aduk dikit-dikit sambil memperhatikan bumbu dan caranya, belajar dikit. Saya kasih nama gado-gado soalnya semua bumbu dimasukin, mulai dari terong, jamur, kol trus apa lagi sampai saya lupa. Nah bumbunya itu cuman bawang putih, kalau gak salah bawang merah, trus cabai merah, semuanya cukup dipotong-potong dan tambahkan garam sedikit. Sangat-sangat berwarna, semua rempah masik tanpa diulek.

Jadi langkahnya berbagai bumbu itu ditumis, kurang leboh begini, masukkan minyak sedikit, trus cemplungkan semua bumbu, di goreng kering sebentar. Sampai beraroma yang jelas, jangan terlalu lama, setelah itu masukkan bahan baku yang lain, terong, jamur dan kawan-kawan. Tambahkan sedikit air biar agak berkuah, dan gak gosong pas ditumis. Sambil diaduk terus tentunya. Setelah agak matang masukkan tomat kalau suka, yang jelas akan lebih berwarna, ungu, hijau, merah dan putih!

Oh iya, ada yang hamper lupa, kebetulan kita berdua penggemar telur! Jadi dari kemaren masak pertama kali sampai sekarang ini selalu ada menu telur dan sekarang cukup telur godog yang tinggal memasukkan telur bulat-bulat kedalam air mendidih sampai matang, tandanya kalau udah matang sih, telur tenggelam, atau sebaliknya ya? Setelah itu diangkat dan siap disajikan, gak repot kan?

Sebagai teman ketika akan dimakan, bisa ditambahkan sambal bawang cabe hijau, atau saos kalau udah gak kuat nahan laper lagi. Untuk minuman bisa disajikan sesuai selera, the manis hangat kalau memang anda seorang jawa tulen, atau the tarik, jika melayu, atau jus biar lebih sehat. Atau bisa juga red wine kalau anda tidak bermasalah dengan minuman semacam itu. Nah, yang paling enak tentu saja dinikmati bersama keluarga atau orang terdekat yang dicintai, eaaaaa..

Selamat membaca dan jangan lupa ngiler kalau emang bener-bener kepengen, boleh dicoba juga sih…

Saturday, February 18, 2012

Menuliskan Indonesia (part 3)

Voila! Setelah beranjak dari Sumatera dan Jawa, saatnya ke Bali.


Bali adalah misteri, dalam arti yang sebenarnya. Masih banyak hal-hal yang belum terungkapkan disini, banyak mitos dan hal-hal mistis lainnya yang menjadi kepercayaan masyarakat Bali dan masih bertahan sampai saat ini, inilah keunikan Bali. Dan inilah Bali, ketika modernisasi melaju dalam balutan tradisi. Mungkin tdak ada daerah di Indonesia yang begitu banyak orang asingnya selain di Bali, yang bahkan orang lebih mengenal bali dibanding Indonesia.

Dimulai dari Kuta, tempat yang paling ramai dan paling dekat dengan Bandara Ngurah Rai, pintu masuk ke Bali selain pelabuhan Gilimanuk tentu saja. Kalau dulu, menuju ke Bali melalui darat harus mengantri dulu berjam-jam sebelum bisa menyeberang dengan kapal ferry dimana banyak anak yang siap terjun ke laut dengan lemparan koin seratus perak (pertama kali ke bali jaman SMU). Sekarang, ke bali hanya perlu satu klik pesan tiket di internet, bayar pakai kartu kredit atau ATM dan Voila!! Sudah bisa mendarat di Ngurah Rai yang begitu dekat dengan Kuta, Legian, Seminyak.

Bali Selatan, ini yang paling banyak dikenal oleh wisatawan, karena keramaian memang bisa ditemukan disini. Sebut saja Jimbaran tempat makan malam sambil menikmati sunset di bibir pantai. Atau Uluwatu, dimana kita bisa menikmati tari kecak bersamaan dengan tenggelamnya matahari di pinggir tebing samping pura uluwatu. Atau sekedar menikmati minuman dan snack di Rock Bar sambil menunggu sunset.

Ada lagi Nusa Dua, dimana tempat Konvensi International biasanya diselenggarakan. Hotel-hotel mewah begitu banyak dibangun saat ini, di Bali Selatan. Kita juga bisa menikmati bermacam-macam permainan air di Bali Selatan, parasailing, banana boat dan lain sebagainya. Atau kalau memang ingin benar-benar menikmati pantai, kita bisa hanya sekedar berjalan menyusuri pantai sambil ngobrol sambil menghabiskan waktu sore. Masih ada lagi sisi lain bali yang menarik, bali barat, bali tengah (ubud) dan juga bali utara. Saya belum pernah ke bali utara.

Oke, sedikit menyeberang ke Nusa Tenggara Barat. Tradisi yang sangat beda ditemukan disini, kalau di Bali mayoritas Hindu, di NTB mayoritas penduduknya muslim. Masih belum terlalu ramai disana, hanya beberapa titik yang saya pernah kunjungi, di senggigi dan tentu saja yang paling asyik adalah Gili’s. Tiga pulau kecil dengan pantai pasir putih yang begitu indah dan pemandangan bawah laut yang begitu ciamik.

Lain lagi di NTT, saya baru sekali menginjakkan kaki di Kupang, itupun hanya mampir tidur, karena hanya satu hari. Jadi ceritanya transit di Bali dan pesawat delay, sehingga sampai Kupang sudah sore dan paginya harus menuju ke Surabaya. Kesannya sih lebih gersang dan menurut saya lebih maju Lombok di banding Kupang. Mulai dari fasilitas Bandaranya (Bandara El Tari) dan juga suasana kotanya.

Saturday, February 11, 2012

Cooking Time




Ternyata sudah lama juga gak menyentuh dapur, setelah kepindahan dari rumah gathel di akhir tahun lalu. Ternyata dapur itu juga bisa bikin kangen, aromanya, kesibukannya dan kadang belepotannya itu yang ngangeni. Terus terang, yang saya suka dari rumah gathel salah satunya adalah dapur, meskipun agak belepotan dan sempit. Dapur itu tempat dimana kita bisa bereksperimen dengan sayuran dan rempah! Ya, rempah, mungkin beberapa orang menganggap remeh khasiat rempah namun benda inilah yang mengubah wajah dunia dengan kolonialisme yang konon diawali dengan perburuan rempah.

Dan akhirnya sayapun kembali bergumul dengan dapur, di apartemen Rasuna. Lumayan lah akhirnya ada yang sukarela membiarkan dapurnya saya ublek-ublek (istilah jawa yang saya gak tahu bahasa indonesianya). Thanks Ani yang udah menyediakan dapurnya, oh iya, Ani itu sepupu saya, hehe.. Dapurnya sangat komplit dan lega, bersih, sangat berbeda dengan dapur di #RumahGathel tempat saya tinggal sejak pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. #RumahGathel itu sebutan bagi kontrakan kami di setiabudi yang memang gathel, lingkungannya dan juga bangunannya.

Kompor di dapur cukup besar, ada 4 tungku atau apalah namanya, yang mengeluarkan api. Trus disampingnya ada kran yang digunakan untuk mencuci perabotan, kemudian di sebelah kirinya lagi ada tempat yang buat mengiris atau mempersiapkan bahan masakan. Dan diujung paling kiri ada kulkas. Jadi semua sudah ada dan mudah terjangkau, betul-betul surga dunia (mulai lebay). Maklum, dapur dirumah saya di jogja itu kecil dan semua peralatannya nyampur agak berantakan.

Nah, saatnya memasak, kebetulan beberapa hari yang lalu saya ke Semarang dan membeli Bandeng Juwana vacuum. Saya sengaja beli yang vakum agar bisa tahan beberapa bulan, karena memang saya “Dapurless” atau gak punya dapur, jadi harus nyari-nyari dapur yang bisa direcokin buat masak, dan itu butuh waktu dan kesabaran.

Bahan yang dibutuhkan gak banyak, hanya telur, sedikit garam, cabe merah dan sedikit ketelatenan dan kecintaan pada dapur, Ahay.. Bikinnya gak susah sih, tapi ceritanya panjang kemana-mana. Jadi ceritanya begini;

1. Bandeng ditelanjangi dari plastiknya, dikeluarkan paksa kalau agak susah, tenang gak ada yang namanya pelanggaran HAB (Hak Asasi Bandeng). Setelah itu, iris sesuai dengan kebutuhan, nah ini tugas saya untuk mengiris-iris. Mungkin tampang saya memang agak sadis, jadi cocok di bagian ini, pegang pisau lagi. Caranya tinggal disiapkan telenan (alas) dan pisau, kemudian eksekusi dimulai, bagi badan bandeng ke dalam beberapa bagian agak kecil biar bisa digoreng garing.

2. Nah, untuk bagian kocok mengkocok telur itu bagiannya ani, siapin mangkok dan sendok, pecah telurnya dan masukkan kedalam mangkok, trus kocoklah pakai sendok hingga merata bercampur antara kuning dan putih telur, sedikit berbuih sih biasanya. Trus kasih garam sesuai selera, jangan terlalu banyak sih, bandengnya udah agak asin, ntar jadi telur asin, gak enak dan gak baik juga bagi penderita darah tinggi.

3. Kalau mau sedikit berbeda tambahkan saja dengan irisan cabe merah, yang ini improvisasi karena kebetulan di meja ada cabai merah merona yang menggoda iman, keliatan ingin disantap. Setelah itu, ceburkan bandeng yang telah di iris ke dalam telur yang sudah dikopyok. Dan kemudian taburkan irisan cabai merah dalam adonan telur dan bandeng.

4. Langkah selanjutnya, sebenarnya bisa dilakukan simultan sih, panaskan penggorengan dengan sedikit minyak dan kalau ada mentega, bisa dipakai mentegabiar lebih beraroma. Aroma mentega goring itu maknyus, beda dengan aroma minyak goreng, ya iyalah..

5. Tunggu sampai minyaknya hangat, jangan terlalu gedhe apinya, nanti gosong. Jangan dipegang juga minyak gorengnya, nanti tangannya ikutan kegoreng *kriuk. Semua yang berlebihan itu tidak baik, termasuk api penggorengan yang berlebihan, bisa bikin gosong dan bikin panas ruangan dapur (keringetan). Ani menyebut memasak itu olahraga, ya karena berkeringat, bagi saya makan itu olehraga, karena berkeringat juga :p.

6. Kalau minyak sudah hangat, masukkan bandeng yang telah dilumuri telur satu per satu. Tunggu sampai agak kecoklatan kemudian dibalik, biar merata, biar adil, jangan berat sebelah nanti gak enak. Disini kita diajarkan manfaat dari bersikap adil, biar merata dan tentu saja agar enak masakannya #mendadakbijak.

7. Nah, kalau sudah tinggal diangkat dan disantap bersama dengan nasi hangat dari rice cooker dan sambal yang sudah satu paket dengan bandengnya.



Makan makanan yang dimasak dengan kehangatan persaudaraan itu bagaimanapun juga rasanya tak terlukiskan, enak lah pokoke. Mungkin inilah kenapa ketika saya masih kecil Ibu saya selalu menyuruh anak-anaknya untuk membantu beliau memasak. Masakan yang dimasak dalam kebersamaan itu rasanya beda, ada hal-hal yang lebih dari sekedar rasa makanan, ada nilai-nilai kebersamaan, keakraban rasa persaudaraan yang lebur dalam sebuah makanan. Yang jelas, memasak bersama keluarga itu memupuk keakraban, menjadikan hubungan keluarga menjadi lebih kohesif, apalagi setelah itu dimakan bersama-sama, sambil saling curcol, eaaa. Sekian, soalnya saya mendadak lapar..