Tuesday, February 06, 2007

“Airplane Crash”*


(tulisan lama yang baru sempet diupload)

Misteri hilangnya pesawat Adam Air akhirnya terpecahkan. Segala daya upaya telah dilakukan, mulai dari pemanfaatan teknologi canggih hingga yang paling tradisional (paranormal). Hilangnya pesawat Adam Air tersebut menambah panjang daftar kecelakaan pesawat terbang di Indonesia beberapa tahun terakhir. Menurut data Departemen Perhubungan, selama kurun 2001-2005 terjadi 22 kasus kecelakaan pesawat, dengan peningkatan 75,62 % kasus per tahun. Jumlah korban yang meninggal dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 jumlah korban meninggal 14 orang, tahun 2004 menjadi 57 orang dan tahun 2005 sebanyak 161 orang. Tahun 2006 lalu, dengan adanya kecelakaan pesawat Adam Air tersebut jumlah korban meninggal bisa lebih dari 100 orang.

Kalau dilihat secara historis, kasus yang menimpa industri penerbangan Indonesia saat ini mirip dengan krisis keuangan (financial crash) Indonesia pada tahun 1998. Krisis diawali dengan kebijakan liberalisasi sektor keuangan pada tahun 80-an. Kebijakan tersebut merangsang para pengusaha untuk membuka bank baru guna mendukung keuangan korporasi mereka. Padahal pengusaha tersebut tidak tahu seluk beluk dunia perbankan. Disisi lain liberalisasi tersebut tidak dibarengi dengan kesiapan institusi (aturan main) yang memadai.

Liberalisasi sektor keuangan kemudian memunculkan fenomena financial crash. Suatu kondisi dimana konglomerat yang menguasai bisnis perbankan memiliki hutang lebih besar dibanding grup atau perusahaan yang tidak mempunyai bank sendiri. Hutang tersebut banyak diperoleh dari pasar uang internasional yang mengandung resiko tinggi. Sehingga ketika bisnis perbankan collapse, hutang menjadi tidak terbayarkan, maka terjadilah financial crash.

Kalau dalam sektor keuangan ada fenomena financial crash, maka dalam industri penerbangan yang terjadi adalah airplane crash. Suatu kondisi yang merupakan konsekuensi dari liberalisasi industri penerbangan komersial yang tidak disertai dengan aturan main yang memadai. Liberalisasi kemudian diikuti dengan pembukaan maskapai penerbangan baru. Banyak diantara pengusaha maskapai penerbangan baru tersebut yang tidak memahami dunia penerbangan secara baik. Banyaknya maskapai penerbangan baru mendorong terjadinya persaingan tarif yang sangat ketat. Sehingga untuk menekan biaya, pengusaha memotong berbagai pos pengeluaran, termasuk pengeluaran yang terkait dengan faktor keselamatan penumpang. Konsekuensi dari pemotongan tersebut adalah terjadinya kecelakaan pesawat (airplane crash) yang memakan korban jiwa.

Pemerintah seharusnya menyadari bahwa liberalisasi sektor penerbangan tanpa disertai adanya kesiapan institusi akan berakibat buruk. Karena industri penerbangan memiliki kemiripan dengan industri perbankan, yaitu sebagai industri yang membutuhkan pengawasan ketat karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Bahkan dalam industri penerbangan, seharusnya pengawasan lebih ketat dari industri perbankan, karena kesalahan sedikit saja akan berakibat pada hilangnya nyawa manusia.


* Harian Seputar Indonesia, edisi 12 Januari 2007

1 comment:

Anonymous said...

Well written article.