Tuesday, February 06, 2007

Politik Bola ?


Adakah kaitan antara sepakbola dengan politik? Kalau ada, lalu dimana kaitannya? Apakah sebatas penggunaan strategi bola dalam berpolitik, ataukan penggunaan bola itu sendiri sebagai alat politik? Jawabannya tentu saja ada dan bisa dua-duanya, artinya strategi bola bisa digunakan dalam berpolitik namun bola juga bisa digunakan sebagai alat politik.

Gus Dur mungkin merupakan satu-satunya presiden RI yang secara terang-terangan menggunakan strategi permainan bola dalam berpolitik. Ketika menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur pernah mengatakan bahwa strategi total football harus diterapkan secara kreatif dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Selain itu Gus Dur juga menyatakan bahwa untuk menghadapi permasalahan tertentu, diperlukan strategi yang berbeda-beda, dalam satu hal menggunakan strategi cattennacio, sedang dalam hal lain menggunakan hit and run (Strategi tim Inggris), total footballnya Belanda, atau bisa juga menggunakan bola samba Brasil (Gus Dur, 2000).

Pernyataan tersebut merupakan tanggapan atas kritik yang ditulis oleh Sindhunata mengenai strategi Cattenacio yang digunakan Gus Dur dalam menyelesaikan maslah Pansus DPR. Sindhunata khawatir strategi tersebut digunakan Gus Dur dalam menyelesaikan seluruh masalah bangsa ini. Cattenacio merupakan strategi bertahan dalam sepakbola Italia. Ciri utamanya adalah bertahan dengan menggrendel lawan, lalu mencari sela-sela untuk secepat mungkin menggebuk gawang lawan (Sindhunata, 2000).

Kalau oleh Gus Dur strategi permainan bola dijadikan sebagai strategi dalam berpolitik. Maka di daerah, Sepakbola dijadikan alat untuk menaikkan popularitas para politikus daerah. Beberapa bakal calon bupati/walikota misalnya, pada kampanyenya berjanji akan memajukan sepakbola daerah. Calon bupati/walikota tersebut belajar dari keberhasilan pemilik AC Milan, Silvio Berlusconi ketika berhasil memenangkan pemilu perdana menteri Italia. Sebagaimana diketahui, Berlusconi adalah pengusaha yang kemudian berhasil membeli klub terbesar di Italia, yaitu AC Milan. Popularitasnya meningkat ketika dia berhasil memimpin AC Milan dengan gemilang. Popularitas tersebut kemudian dimanfaatkannya untuk memenangkan pemilu perdana menteri dan ternyata berhasil.

Partai politik juga mulai menggunakan bola sebagai alat untuk menarik massa. Beberapa partai politik ditengarai memberi dukungan pada tim sepakbola yang memiliki warna kaos sama dengan partai yang bersangkutan. Bahkan diduga mendorong tim untuk mengganti warna kaos mereka agar sama dengan partai yang bersangkutan. Hal ini bagi sebagian orang mungkin terkesan aneh, bagaimana mungkin partai politik mau menggelontorkan dana mereka hanya untuk membeli warna kaos tim bola. Namun, kondisi ini bisa dimaklumi mengingat di Indonesia warna sangat identik dengan partai politik. Warna hijau, misalnya identik dengan PPP, PKB ataupun partai berbasis Islam lainnya, kemudian kuning dengan Golkar, merah dengan PDIP dan biru dengan PAN atau bisa juga Demokrat.

Alasan lainnya adalah kepopuleran sepakbola yang tidak terkalahkan oleh olahraga lainnya. Selain itu, para pendukung fanatiknya rela melakukan apa saja untuk membela klub mereka. Inilah yang menjadi target partai politik, mereka ingin kepopuleran tim sepakbola yang “disponsorinya” akan membawa kepopuleran bagi partai yang bersangkutan. Target lain adalah massa pendukung tim tersebut akan secara otomatis menjadi pendukung partai yang bersangkutan.

Penggunaan strategi bola dalam berpolitik membuktikan bahwa sepakbola merupakan olahraga yang indah, memerlukan kecerdasan dan memberi inspirasi. Sedangkan penggunaan Bola sebagai alat untuk mendongkrak popularitas bagi sebagian politikus/sebagai alat politik merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan. Karena akan mencemari kemurnian sepakbola sebagai sebuah permainan olahraga. Selain itu, sepakbola dikhawatirkan akan semakin berpotensi memunculkan konflik sosial ditengah masyarakat.

No comments: