Wednesday, January 24, 2007

Masa Depan Posisi Indonesia di ASEAN


Kami, angkatan muda, dengan segenap-genap kepercayaan di hati sebagai kekuatan yang menggerakkan, bangkit menjadi pemutar baling-baling sejarah masa depan.”

Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa.




ASEAN secara resmi didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Pada dasarnya pembentukan ASEAN di dasari oleh alasan strategis dan kemanan. Meskipun demikian, tujuan pembentukan ASEAN - seperti yang tertuang dalam deklarasi Bangkok - adalah untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pembangunan kebudayaan di kawasan ASEAN. Sejak ASEAN didirikan, Indonesia telah banyak berperan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Meskipun demikian kita tidak boleh terlena dalam romantika sejarah, kita harus bisa membuat sejarah baru yang lebih baik. Atau dengan kata lain, kita harus bisa berperan lebih banyak lagi dalam perjalanan ASEAN di masa depan.

Masa depan adalah milik generasi muda, bukanlah generasi tua ataupun mereka yang menjadi pemimpin ASEAN saat ini. Generasi muda-lah yang akan menentukan arah perkembangan ASEAN pada sepuluh atau duapuluh tahun mendatang. Sejarah membuktikan bahwa anak muda merupakan agen perubahan yang sanggup merubah arah perjalanan bangsa, bahkan dunia. Hal ini lebih dikarenakan sikap anak muda yang cenderung idealis, progressif, memiliki keinginan yang kuat untuk mewujudkan apa yang diinginkannya dan tidak takut akan rintangan apapun.

Oleh karena itu kedudukan generasi muda menjadi sangat penting, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Karena sumber daya yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa, bukan modal fisik ataupun sumber daya material, namun sumber daya manusia. Sehingga kita harus memiliki generasi muda yang berkualitas untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.



Pengangguran dan Tingkat Pendidikan

Jika dilihat dari jumlah penduduk usia muda yang cukup besar, Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk bisa berbicara di tingkat ASEAN pada masa yang akan datang. Menurut data BPS pada tahun 2004, penduduk berusia muda (usia 15-24 tahun) sebesar 39 juta atau 25,5% dari total populasi Indonesia. Jumlah tersebut masih lebih besar daripada jumlah penduduk Malaysia tahun 2004, sebesar 23 juta. Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura yang berpenduduk 2,4 juta (tahun 2004), jumlah penduduk usia muda Indonesia jauh lebih besar.

Jumlah penduduk usia muda yang cukup besar, justru akan menjadi masalah bila tidak dibekali dengan keahlian dan tingkat pendidikan yang memadai. Pada tahun 2004 sebanyak 5,7 juta penduduk Indonesia yang berusia 16-18 tahun sudah tidak bersekolah lagi. Mereka adalah yang tidak menyelesaikan pendidikan lanjutan (SMU) atau bahkan tidak pernah masuk SMU. Kemudian pada tahun yang sama, sebanyak 20,3 juta penduduk Indonesia yang berusia 19-24 tahun, sudah tidak bersekolah lagi. Jumlah tersebut adalah 72,4% dari total populasi penduduk di usia tersebut. Mereka kemudian menjadi pekerja atau menjadi pengangguran. Yang mengkhawatirkan adalah ketika mereka tidak bekerja dan menjadi pengangguran.

Dari data diatas bisa dilihat bahwa tingkat pendidikan generasi muda indonesia masih cukup memprihatinkan. Hal tersebut masih ditambah dengan angka tingkat pengangguran terbuka usia muda yang cukup besar, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Perpaduan antara tingkat pendidikan yang rendah dan tingginya tingkat pengangguran usia muda berpotensi meningkatkan angka kriminalitas bahkan bisa memunculkan gejolak sosial yang berbahaya.



Pendidikan dan Kewirausahaan

Tingkat pendidikan yang rendah dan pengangguran yang tinggi merupakan masalah serius bagi anak muda. Untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa dilakukan dengan menyediakan pendidikan yang memadai dan menumbuhkan semangat kewirausahaan. Ada dua hal yang bisa menarik minat untuk menempuh pendidikan, yaitu harapan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan baik secara langsung maupun tidak langsung (terjangkau). Sehingga pendidikan bagi generasi muda paling tidak harus bisa memenuhi dua hal tersebut.

Masalah kewirausahaan juga merupakan masalah yang cukup penting, agar generasi muda bisa menciptakan lapangan pekerjaan mereka sendiri sehingga bisa ikut mengatasi masalah pengangguran. Hal tersebut bisa dilakukan dengan membangun usaha kecil, baik formal maupun informal yang dikenal lebih tahan terhadap krisis ekonomi. Ketahanan usaha kecil terhadap krisis ekonomi telah terbukti pada tahun 1998 saat krisis melanda Asia Tenggara. Selain itu, banyak kisah usahawan sukses kelas dunia yang merintis usaha mereka sejak mereka berusia muda. Diantaranya adalah Bill Gates - salah satu orang terkaya di dunia - yang merintis usahanya dari nol di usia muda.

Dalam konteks ASEAN, perlu dibangun jaringan anak-anak muda ASEAN dalam bidang pendidikan (akademis) dan kewirausahaan. Jaringan tersebut bisa digunakan untuk melakukan penelitian bersama, baik dalam bidang sosial maupun teknologi. Hal ini di mungkinkan karena setiap bangsa memiliki keunikan tersendiri dan keunggulan masing-masing. Jaringan usahawan muda diharapkan bisa lebih mengasah kemampuan kewirausahaan dengan bertukar pengalaman menjalankan bisnis di masing-masing negara. Bahkan sangat dimungkinkan untuk bisa bekerjasama membangun jaringan bisnis usahawan muda ASEAN. Jaringan tersebut diharapkan bisa menjadi kerajaan bisnis ASEAN di masa yang akan datang. Sehingga tujuan untuk mewujudkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya bisa terwujud.

Kedua hal tersebut harus segera diupayakan agar generasi muda Indonesia tidak menjadi generasi yang frustasi. Generasi yang justru akan memperburuk kondisi bangsa ini. Namun generasi muda Indonesia harus menjadi generasi yang cerdas, kreatif, percaya diri dan tidak gamang dengan globalisasi yang melanda dunia saat ini. Suatu generasi yang akan membawa kemajuan bangsa dan mampu berperan di tingkat regional (ASEAN).


Kesimpulan

Masa depan adalah milik anak muda, sehingga agar Indonesia bisa lebih memiliki peran di ASEAN harus bisa mencetak anak muda yang berkualitas. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan yang berkualitas dan melatih keahlian berwirausaha sejak dini. Selain itu juga harus dibiasakan untuk berbaur dan bekerjasama dengan bangsa lain agar lebih memahami bangsa lain dan tidak minder jika berhadapan dengan bangsa lain. Jika tidak, alih-alih mau berperan di tingkat ASEAN mungkin berperan di negara sendiri-pun sulit, karena generasi muda masih dihadapkan pada permasalahan diri sendiri (masalah pendidikan dan lapangan kerja).


Referensi:

Gould, Eric D., Bruce A. Weinberg, and David B. Mustard (2002), Crime Rates And Local Labor Market Opportunities In The United States: 1979–1997, The Review of Economics and Statistics.

McMahon, Walter W. (1999), Education and Development; Measuring the Social Benefits, Oxford University Press, New York.

Nilsson, Anna and Jonas Agell (2003), Crime, Unemployment And Labor Market Programs In Turbulent Times.

Papps, Kerry L. dan Rainer Winkelmann (1999), Unemployment And Crime: New Evidence For An Old Question.

Prabowo, Dibyo dan Sonia Wardoyo (2004), AFTA; Suatu Pengantar, BPFE, Yogyakarta.

Todaro, Michael P. (1997), Economic Development, 6th ed., Adisson Wesley Longman Limited, London.

Toer, Pramoedya Ananta (2002), Anak Semua Bangsa, Hasta Mitra, Jakarta.

Witte, Ann Dryden and Robert Witt (2001), Crime Causation: Economic Theories, Encyclopedia of Crime and Justice.



Statistik :

BPS, Statistik Indonesia, berbagai edisi.

ASEAN Statistical Yearbook 2005.


No comments: