Wednesday, January 24, 2007

Belajar dari Penerima Nobel (Perdamaian)


Pramoedya A.T. adalah orang Indonesia pertama yang masuk nominasi peraih nobel, meskipun hingga akhir hayatnya hal tersebut tidak terwujud. Tapi Pram adalah satu-satunya orang Indonesia yang berkali-kali masuk dalam nominasi peraih nobel (sastra). Selain Pram ada dua orang Indonesia yang juga dinominasikan sebagai peraih nobel, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Keduanya dinominasikan sebagai peraih nobel perdamaian atas keberhasilannya menyelesaikan konflik Aceh dengan damai.

Namun lagi-lagi impian orang Indonesia untuk memperoleh Nobel tidak terwujud. Ternyata yang nobel sastra adalah Orhan Pamuk (54) seorang penulis Turki. Kemudian yang memperoleh memperoleh Nobel Perdamaian adalah Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank. Pemberian penghargaan Nobel Perdamaian kali ini benar-benar diluar dugaan. Karena M. Yunus tidak pernah dijagokan sebagai peraih nobel perdamaian.

Salah satu pertimbangannya adalah bahwa M. Yunus berhasil menghilangkan akar penyebab konflik, yaitu kemiskinan. Sebagai contoh, konflik Aceh dan Papua berakar dari kemiskinan masyarakat di dua daerah tersebut. Padahal mereka mempunyai SDA melimpah dan menghasilkan uang sangat besar, namun masyarakat disana tidak pernah memperolah bagian dan tetap miskin. Sehingga kemudian muncul kelompok (GAM dan OPM) yang memperjuangkan hak-haknya dengan jalan apapun.

Bersama dengan Grameen bank yang didirikannya Muhammad Yunus berhasil mengentaskan masyarakat miskin Bangladesh dari kemiskinan. Yaitu dengan jalan memberi mereka akses ke sumber pendanaan tanpa agunan. Sehingga jutaan warga miskin Bangladesh berhasil keluar dari jeratan lintah darat yang selama ini menghisap mereka. Hebatnya lagi, semua dilakukannya tanpa pamrih apapun dan berasal dari hati nuraninya.

Semua berawal dari kegelisahannya dengan banyaknya masyarakat miskin di Bangladesh yang berjuang melawan kelaparan. Namun dia sebagai seorang ekonom yang sebenarnya memiliki kompetensi untuk mengatasi permasalahan tersebut, justru hanya berkutat di ruang kuliah memberikan teori-teori ekonomi yang elegan. Diapun kemudian membenci diri sendiri karena bersikap arogan dan menganggap bisa menyelesaikan masalah kemiskinan. Padahal sebenarnya dia tidak tahu tentang masalah kemiskinan di sekitanya. Kemudian dia mulai mempelajari kemiskinan disana dan mengembangkan konsep pemberdayaan kaum miskin.

Di Indonesia sebenarnya sudah banyak program pengentasan kemiskinan yang mencontoh apa yang telah dilakukan Grameen Bank. Namun banyak diantara program tersebut hanya sekedar berjalan tanpa ada hasil yang nyata. Salah satunya penyebabnya mungkin adalah semuanya bukan didasari oleh niat yang tulus. Tapi banyak yang memanjadikan pengentasan kemiskinan sebagai proyek dan berusaha untuk meraup untung dari proyek tersebut. Jadi semakin banyak orang miskin juga berarti akan semakin banyak proyek dan juga berarti akan semakin banyak keuntungan materi yang akan diraupnya. Inilah “mungkin” salah satu penyebab kurang maksimalnya program pengentasan kemiskinan di negeri ini.

No comments: