Showing posts with label Jalan-jalan. Show all posts
Showing posts with label Jalan-jalan. Show all posts

Thursday, January 14, 2010

Sekaten..Jogja's People Party..!!!





Kali ini perjalanan ke jogja bertepatan dengan berlangsungnya pesta rakyat masyarakat Jogja Sekaten yang konon berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimah syahadat sebagai ikrar seseorang masuk Islam. Sudah banyak artikel, cerita yang menceritakan tentang ini, coba cari di google pasti akan ketemu. Jadi mending cerita yang lain saja.

Semasa kecil dulu perayaan sekaten adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu bagi kami sekeluarga, maklum sebagai keluarga yang cukup, sekaten merupakan hiburan yang sangat menghibur, murah dan meriah. Dulu ketika kecil saya sering diajak ke sekaten oleh ayah dan ibu dengan membonceng di belakang sepeda tentu saja dengan kaki diikat ke bodi sepeda biar tidak terjepit ruji sepeda. Pengalaman yang mengerika dulu ketika terjepit ruji sepeda, sampai srampat sandal jepitku hampir putus dan sakitnya minta ampuuunnn, tentu saja aku nangis sekeras-kerasnya,huahuahuaaaaa…

Alasan ke sekaten naik sepeda pertama karena memang itulah satu-satunya alat transportasi yang kami punya, karena belum punya motor saat itu, kedua kalau naik andong cukup mahal, ketiga karena ayahku penggemar sepeda, jadi alas an terakhir ini sepertinya yang susah diganggu gugat. Saking senengnya bersepeda, kemana-mana kami selalu diajak bersepeda bersama dengan sepeda onthel jawa nya yang dicat Hijau, hmmm.., entah karena ayahku seorang Muhammadiyah Notog atau karena fanatic pada P3, sepertinya alasan fanatic pada partai kurang beralasan. Namun kalau fanatic pada Muhammadiyah itu cukup beralasan, karena ayahku adalah seorang pengurus Muhammadiyah di Kotaku Kotagede sekaligus seorang guru bahasa Indonesia di SMP Muhammadiyah VII.
Hal yang sering dilakukan ke sekaten adalah masuk ke museum Keraton Yogyakarta, kalau tidak salah sudah dua atau tiga kali kami kesana, bahkan mungkin lebih. Tapi kalau untuk naik atraksi yang bermacam-macam sepertinya aku dulu harus merengek-rengek cukup lama-lah,hehe.. mungkin tujuan ayahku baik juga, agar kami sadar sejarah dan kami tahu sedikit tentang sejarah jawa, jadi bagaimanapun juga, meskipun di Sekaten jiwa pendidik ayahku masih saja muncul. Ketika sudah agak besar, aku mulai naik sepeda sendiri tanpa dibonceng, trus lebih gedhe lagi kadang naik andong mbonceng dibelakang, tapi ketoke ra mbayar, lali aku.

Ada mainan unik yang sering kami beli ketika sekaten dan tidak bosan-bosan memainkannya, yaitu kapal othok-othok (kapal ini sampai saat ini masih ada yang jual lho, kemaren liat di belakang kantor pas mau jumatan). Kapal kecil ini dari seng dengan sumbu kecil dibelakang yang dicelup ke minyak goring kemudian di baker dan keluar bunyi othok-othok dan abracadabra! kapal berjalan dengan ajaibnya. Teknologi sangat sederhana yang ampuh menjalankan kapal, ini benar-benar kapal api namanya. Selain itu ada endog sunduk berwarna merah muda yang banyak juga dijumpai pada saat sholat id hari raya idhul fitri di Kotagede. Telur ayam yang dicelupkan ke dalam pewarna makanan berwarna merah jambu yang disunduk kayak sate dan diberi hiasan warna warni di lidi ujung penyunduknya.




Sekaten kali ini tidak kalah meriahnya dengan sekaten dulu, meskipun pamornya sempat redup beberapa tahun yang lalu, namun perayaan rakyat ini kembali ramai oleh pengunjung. Ada beberapa yang menarik, diantaranya awul-awul begitu orang banyak menyebutnya untuk dagangan pakaian bekas impor. Awul-awul karena memeng dipajang awul-awulan dan harus mengawul-awul untuk memilih pakaian dan sukur-sukur bias dapat pakaian bekas bermerek yang kondisinya masih bagus dengan harga 10 ribu rupiah. Tapi jangan lupa untuk mencuci dengan sangat bersih, karena gak tahu tuh kumanya sudah berapa banyak di pakaian itu, mungkin udah sekampung banyaknya, jadi perlu perlakuan ekstra kalau mau direalisasikan untuk dipakai.

Tempat lain ada hiburan lumba-lumba, kalau yang ini sudah sangat biasa, kemudian roda raksasa yang ini biasa juga sebenarnya, tapi menarik karena kita bisa melihat sekeliling dari atas. Kemudian ada beberapa yang baru, yaitu flying fox, trus main anjot-anjutan diatas karet, bom-bom car ada juga. Yang tak kalah menarik adalah permainan semacam putaran ombak, jadi penumpang duduk di kursi samping sebuah lingkaran kemudian lingkaran itu di putar oleh beberapa orang dan putarannya dibikin naik turun. Jadi semacam gelombang ombak yang berputar bergelombang. Sebenarnya yang menarik adalah para pemutar lingkaran ini yang seringkali sambil melakukan atraksi jumpalitan, koprol sambil naik turun, lompat-lompatan.

Ada lagi yang juga dijalankan manusia, yaitu semacam ayunan yang biasa kita jumpai di TK, namun ini bentuknya agak besar menyerupai kapal. Jadi kayak mainan di Dunia Fantasi yang berbentuk kapal gedhe maju mundur berayun hampir memutar itu. Tapi yang ini diayun oleh manusia-manusia yang cukup perkasa menurut saya, karena mengayun ini hampir semalaman.

Atraksi lain yang menarik adalah Tong Stand atau orang biasa menyebutnya sebagai tong setan. Dengan membayar Rp. 5.000,- kita bias menyaksikan sebuah atraksi penunggang sepeda motor yang berputar di dalam tong raksasa dengan putarannya berhasil naik melawan hukum gravitasi dan tidak jatuh. Bahkan ada yang sambil menghisap rokok dan duduk bersila diatas sepeda motor sambil lepas stang kata orang jawa atau tanpa memegang setang motor sama sekali. Atraksi pertama ada satu motor yang berputar-putar, kemudian dua motor berputar secara berbarengan dengan silih berganti mencapai puncak dan bersama-sama yang satu di depan dan belakang seperti kejar-kejaran tapi gak tahu siapa yang mengejar dan siapa yang dikejar. Kemudian pintu di dalam tong terbuka dan masuklah sebuah sepeda onthel! Kedua motor kemudian kembali lagi melanjutkan ritualnya berputar-putar di dinding tong dan menyusullah si sepeda dengan mengayuh sekuat tenaga, sehingga tercipta kombinasi dua motor dan satu sepeda. Sepeda berada di paling depan dan kedua motor menyusul di belakang. Wow, gila juga ternyata.

Saturday, February 09, 2008

Lasem Sebagai Kota Ziarah

Kota Lasem merupakan sebuah kota tua yang penuh dengan peninggalan kejayaan masa lalu. Peninggalan bersejarah kota Lasem bukan hanya terkait dengan keberadaan etnis Cina yang sudah bermukim selama ratusan tahun dan diduga sebagai generasi pertama masyarakat Cina yang menetap di Jawa, namun juga terkait dengan keberadaan Sunan Bonang sebagai salah satu wali penyebar agama Islam di Jawa. Keunikan Lasem juga terletak pada kerukunan antara etnis Cina dan Jawa yang hidup secara berdampingan selama ratusan tahun. Mereka bahkan pernah bekerjasama mengusir penjajah dari tanah Jawa.

Keberadaan Lasem sebagai jalur masuknya pendatang Cina dan Agama Islam ke Jawa menjadikan Lasem kaya dengan peninggalan religi yang bersejarah. Peninggalan sejarah yang terkait dengan religi di Lasem bisa digolongkan dalam dua kelompok, yaitu terkait dengan agama yang dianut etnis Cina dan terkait dengan keberadaan Sunan Bonang sebagai salah satu wali penyiar Agama Islam di Jawa.



Klenteng dan Kopi

Di Pusat kota Lasem terdapat klenteng Bie Yong Gio yang didirikan pada tahun 1780. Klenteng tersebut didirikan untuk menghormati pahlawan-pahlawan kota Lasem dalam perang melawan V.O.C pada tahun 1742 dan 1750. Perang tersebut dipimpin oleh tiga orang, yaitu Raden Ngabehi Widyaningrat (Oey Ing Kyat) yang merupakan Adipati Lasem (1727-1743) dan mayor Lasem (1743-1750). Kemudian Raden Panji Margono, seorang Islam-Jawa yang menjabat sebagai Adipati Lasem 1714-1727. Yang terakhir adalah Tan Kee Wie seorang pendekar kungfu dan pengusaha di Lasem. Perlawanan tersebut berhasil dipatahkan oleh kompeni atas bantuan pasukan dari madura. Penghormatan terhadap seorang pahlawan Islam-Jawa menunjukkan kerukunan antar Jawa-Cina dan juga menunjukkan toleransi antar umat beragama yang cukup baik.

Setelah melakukan perjalanan napak tilas di klenteng Bie Yong Gio kita bisa beristirahat sejenak dan menikmati Kopi Lelet khas Lasem di warung kopi Pak Gendut yang terletak di samping klenteng tersebut. Di sebut kopi lelet karena endapan air kopi digunakan untuk membatik (nglelet) di batang rokok. Alat yang digunakan untuk membatik bukanlah canting yang sering digunakan untuk membatik di kain, namun batang korek yang ujungnya runcing. Caranya, minuman kopi dituangkan sedikit di piring alas cangkir. Airnya diminum hingga menyisakan endapan kopi, agar endapannya lebih kering digunakan kertas tissu untuk menyerap air. Endapan kopi kemudian dicampur dengan susu kental manis agar lengket, kemudian baru digunakan untuk ngleleti batang rokok. Keberadaan kopi lelet di Lasem menunjukkan kuatnya budaya membatik yang dimiliki masyarakat Lasem yang tidak dimiliki oleh masyarakat daerah lain.



Jejak-jejak Islam

Dari warung kopi pak gendut, kita kembali ke jalan utama lasem dan berjalan ke arah timur. Disinilah dimulai perjalanan untuk menelusuri jejak peninggalan budaya Islam di lasem. Di sebelah selatan jalur utama tersebut kita akan menemukan masjid Lasem yang beberapa saat lalu baru dalam proses pemugaran. Lebih ke timur lagi, akan kita temukan pondok pesantren Al-Hidayah yang didirikan pada tahun 1917 oleh Mbah Ma’sum. Beliau merupakan aktivis Nahdatul Ulama bersama K.H. Hasjim Asj’ari dan beberapa pendiri NU lainnya sejak tahun 1927. Pondok ini cukup terkenal dan banyak menghasilkan tokoh-tokoh nasional. Beberapa alumninya sekarang juga mendirikan pondok pesantren yang banyak tersebar di seantero Jawa.

Tidak terlalu jauh dari pondok Al-Hidayah akan kita jumpai petilasan Sunan Bonang yang terletak diatas bukit dengan pemandangan laut Jawa yang cukup indah. Petilasan tersebut merupakan tempat yang biasa digunakan Sunan Bonang untuk sujud. Disamping petilasan terdapat makam Putri Cempo yang menurut cerita merupakan istri Sunan Bonang. Sayangnya di sepanjang tangga menuju petilasan banyak terdapat peminta-minta yang kadang sedikit memaksa. Dari kompleks petilasan, masuk ke selatan, terdapat makam Sunan Bonang. Makam Sunan Bonang sangat sederhana, merupakan tanah lapang yang dikelilingi pagar. Makam Sunan Bonang terletak ditengah-tengah ditandai dengan tanaman mawar.

Lebih jauh masuk ke desa tersebut bisa kita jumpai Rumah Sunan Bonang yang masih terjaga keasliannya. Rumah tersebut terlihat sebagai rumah Cina. Hal ini sesuai dengan cerita yang berkembang di masyarakat bahwa Sunan Bonang merupakan keturunan Cina. Rumah tersebut saat ini ditempati oleh keturunan beliau. Di selatan rumah tersebut terdapat masjid peninggalan Sunan Bonang. Disana terdapat mimbar tempat khutbah Sunan Bonang yang masih asli. Selain itu, yang cukup menarik adalah sumur masjid yang berbentuk kotak cukup besar, tidak seperti sumur yang umumnya kita temui.



Akhir Perjalanan

Tentu masih banyak lagi peninggalan budaya dan sejarah di kota lasem yang bisa menjadi lokasi tujuan wisata ziarah. Beberapa diantaranya adalah klenteng di daerah Dasun yang dulu dikenal sebagai tempat pembuat kapal yang sempat diaktifkan kembali di masa penjajahan Jepang. Kemudian makam Cina (bong) yang merupakan makam leluhur warga Cina Lasem. Beberapa diantaranya adalah pahlawan Lasem dalam melawan penjajah. Di daerah perbukitan yang terletak di sebelah timur Kota Lasem juga terdapat Vihara Ratanavana Arama. Dimana jalan menuju puncak kompleks Vihara tersebut di penuhi dengan kisah perjalanan Budha mulai dari kelahiran hingga kepergiannya.

Sayangnya beberapa lokasi tersebut kurang terawat dengan baik. Bahkan banyaknya peminta-minta di sekitar lokasi petilasan dan makam Sunan Bonang bisa mengurangi kekhusukan peziarah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar daerah tersebut sangat lekat dengan kemiskinan. Penanganan yang serius dari pemerintah dan pihak-pihak lain diperlukan untuk menjaga agar berbagai peninggalan itu tetap lestari dan tidak punah. Bahkan sangat dimungkinkan jika berbagai situs tersebut dipelihara dan dikelola dengan baik akan mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat sekitar, bukankah semua agama bertujuan untuk membawa kemakmuran pada umatnya?


"Pernah dimuat di Suara Merdeka, Oktober 2007"