"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)
Monday, January 25, 2010
Tentang Bienalle Jogjakarta X-2009
“Jogja Jamming: Gerakan Arsip Seni Rupa”
Bienalle jogja kali ini serasa lebih meriah, seni instalasi mewarnai hamper di setiap sudut kota (terutama di jalan utama). Yang terlihat cukup banyak tentu saja di kawasan Kantor Pos besar yang konon dulu ada air mancur di tengahnya. Di seputar perempatan bias ditemukan beberapa karya, diantaranya gambar Maestro Affandi dalam bentuk print out baliho besar yang digantungkan di dinding gedung Bank BNI. Kemudian di tempat lain ada gambar Raden Saleh salah satu perintis seni lukis modern di Indonesia yang sangat legendaries. Pergaulannya sangat luas bahkan pernah melanglang buana hidup di Eropa pada masanya. Sesuatu yang mungkin hanya dinikmati oleh beberapa pelajar Indonesia yang benar-benar Oustanding dan Militan.
Disisi lain tepatnya di dinding kantor pos besar yogyakarta terpampang baliho besar bergambar Soekarno dan pernyataannya tentang kemerdekaan seniman Yogyakarta. Tepat diseberang jalan kantor pos besar ada patung sebuah keluarga bapak-ibu dan anak yang masih kecil sedang naik sepeda berboncengan. Mengingatkan pada sebutan yogyakarta sebagai kota sepeda, mungkin saat ini ada tambahan satu kata di belakang sepeda yaitu motor! Karena pengendara sepeda sudah semakin tersisih dan kebanyakan menaiki sepeda bermotor bahkan mobil. Nah, kalau mobil tambah banyak, siap-siap saja menikmati kemacetan Jogja yang saat ini sudah mulai terasa.
Di sebelah patung keluarga pesepeda terdapat patung agak tinggi yang menyerupai robot tapi bersayap kupu-kupu. Gambaran malaikat modern mungkin, karena bentuknya robot. Diseberang jalan patung robot ada patung rumah dengan seseorang duduk di depan rumahnya. Rumahnya terbuat dari kaleng sprite bekas, begitu juga orangnya. Dan di rumahnya tertulis home sweet home, mungkin memberi gambaran tentang pemukiman kumuh yang memakai barang bekas, namun penghuninya tetap menempati bahkan mempertahankan mati-matian, meskipun sebenarnya tidah sweet tinggal disana. mungkin sebuah sindiran atau gambaran bagaimana potret masyarakat kita yang masih belum bias mempunyai rumah yang layak (manusiawi).
Agak ke sebelah utara dari patung robot dewi (angel) aku menyebutnya seperti ini, gak taulah penciptanya memberi judul karyanya. Ada patung wajah Suharto yang tidak utuh, ada yang dibikin seolah rusak sebagian bagian belakang, namun ada yang dibikin rusak agak ke depan, jadi sebagian wajahnya rusak. Mungkin untuk menggambarkan penampakan manis penguasa orde Baru tersebut yang ternyata banyak menyimpan / menyembunyikan keburukan.
Di sebelah utara lagi, di ngejam-an. Begitu sebutannya karena disitu ada Jam besar yang terletak di tengah pertigaan di depan sebuah Gereja kecil di samping Mirota Batik. Ada patung monster Sophaholic yang menjijikkan, agak ganjil, mungkin sebagai penggambaran budaya Sophaholic yang terlalu naïf, rakus, ketika berbelanja seolah-olah tidak ada hari lain lagi, dunia berakhir esok pagi sehingga ketika berbelanja semacam orang yang kesurupan monster sophaholic. Dengan gincunya yang menor, kemayu dan menenteng tas belanja besar berisi macam-macam tentengan.
Lebih ke utara lagi tepatnya di tengah jalan ujung jalan malioboro ada karya berbentuk gunting. Entah maksudnya apa mungkin sebagai simbolis bahwa acara ini telah dibuka dan dimulai dari titik itu. Atau jalan malioboro dimulai dari titik itu, seperti gunting yang menggunting pita pembukaan sebuah acara. Pokoknya menafsirkan asal-asalan lah, semoga tidak ada yang menuntut tulisan ini dengan pasal karet UU ITE karena perbuatan/tulisan yang tidak mengenakkan.
Agak kebarat dari gunting tadi, ada patung segerombolan orang naik sepeda sambil bersuka ria atau apalah dengan ekspresi berteriak teriak gitu. Tepat disamping patung itu ada parkir sepeda, saya gak tau apakah parkir itu sudah ada sebelumnya atau sebagai pelengkap dari patung pesepeda itu yang menggambarkan semangatnya orang bersepeda. Ya, di jogja saat ini memang sedang digalakkan kembali sepeda sebagai transportasi yang ramah. Di hamper setiap jalan ada jalur khusus pesepeda yang menyatu dengan jalan raya dan banyak terdapat penunjuk jalan alternative bagi pesepeda. Inisiatif yang bagus dari pemerintah kota menurut saya. Namun yang belum ada hingga saat ini adalah insentif bagi pesepeda, entah itu kemudahan parkir gratis atau dapat minum gratis ditempat-tempat tertentu dengan menunjukkan kartu parkir sepeda misalnya, bersepeda kan lumayan capek dan haus tentunya, apalagi ditengah teriknya kota jogja yang semakin membakar dan bikin hitam.
Ada beberapa titik lagi yang menampilkan karya biennale seperti di dekat plengkung, perempatan gondomanan, bunderan UGM dan beberapa tempat lain dalam bentuk mural. Yang jelas, Bienalle kali ini terasa lebih meriah, salut kepada seluruh penggagas dan penyelenggara event dua tahunan ini, bagaimanapun juga atmosfer seni semakin terasa di kota jogja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment